Perbedaan
pendapat mengenai tatacara pelaksanaan Tarawih memang cukup banyak. Mulai dari
perbedaan jumlah raka’atnya, bacaan-bacaannya, bahkan ada sebagian yang masih
khilaf tentang masyru’iyahnya shalat Tarawih ketika dikerjakan berjama’ah
seperti umumnya yang terjadi sekarang ini.
Setiap
shalat sunnah punya aturan sendiri-sendiri, termasuk dalam hal apakah dilakukan
dengan berjamaah atau tidak. Sebagian shalat sunnah harus dikerjakan dengan
cara berjamaah, seperti shalat Idul fithri, shalat Idul Adha, shalat Istisqa',
shalat Khusuf dan shalat Kusuf.
Sebagian
lainnya tidak diutamakan untuk dikerjakan secara berjamaah, misalnya shalat
sunnah rawatib qabliyah
dan ba'diyah, shalat tahiyatul masjid, shalat dhuha, shalat lail dan seterusnya.
Shalat-shalat ini dahulu dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan sendirian (munfarid), tidak dengan berjamaah.
Namun
ada pula sebagian shalat yang boleh saja dikerjakan sendiri sendiri ataupun
berjama’ah, semisal shalat malam, shalat Dhuha dan Tasbih. Lantas shalat
Tarawih masuk golongan shalat sunnah
yang mana ? Apakah masuk golongan shalat sunnah yang disyariatkan
berjama’ah, atau sendiri, atau boleh kedua-duanya ?
Sebelum
kita menarik kesimpulan tentang masalah ini, ada baiknya sejenak kita
menyimak kembali sejarah shalat Tarawih di zaman Rasulullah Saw dan para
sahabat radhiyallahu’anhum.
Shalat Tarawih di
zaman Nabi dan Shahabat
Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain
meriwayatkan hadis dari Aisyah RA bahwa pada suatu malam di bulan Ramadan,
Rasulullah SAW keluar menuju masjid untuk mendirikan shalat malam. Lalu
datanglah beberapa sahabat dan bermakmum di belakang beliau. Ketika Shubuh
tiba, orang-orang berbincang-bincang mengenai hal tersebut. Pada malam
selanjutnya, jumlah jamaah semakin bertambah daripada sebelumnya. Demikianlah
seterusnya pada malam-malam berikutnya. Hal itu berlanjut hingga tiga malam.
Pada
malam keempat, masjid menjadi sesak dan tak mampu menampung seluruh jamaah.
Namun Rasulullah SAW tak kunjung keluar dari kamarnya. Hingga fajar
menyingsing, Rasulullah SAW baru keluar untuk menunaikan shalat Shubuh. Selepas
itu beliau berkhutbah, "Amma Ba'd. Saya telah mengetahui kejadian semalam.
Akan tetapi saya khawatir shalat itu akan diwajibkan atas kalian sehingga kalian
tidak mampu melakukannya."
Untuk
selanjutnya shalat Tarawih tidak dikerjakan secara berjama’ah. Kondisi seperti
ini berjalan hingga Rasulullah SAW wafat,
masa pemerintahan khalifah Abu Bakar dan awal pemerintahan sayyidina
Umar.
Barulah
setelah berjalan beberapa waktu, khalifah
Umar bin Al-Khattab ra. Memerintahkan agar
shalat Tarawih dikerjakan secara berjama’ah.
Jika
ada pertanyaan, mengapa Khalifah Abu Bakar tidak memerintahkan kaum muslimin mengerjakan
Tarawih secara berjamah ? Analisanya adalah bahwa masa khilafah Abu Bakar tidak
berlangsung lama, hanya sekitar 2 tahun saja. Sedangan dimasa itu pula kaum
muslimin mengalami berbagai fitnah dan cobaan. Misalnya kasus murtadnya
berbagai dari suku-suku arab. Sementara itu kaum muslimin saat itu sedang
menghadapi peperangan besar melawan Romawi. Tentu mereka sibuk mempersiapkan
peperangan besar.
Demikian
pula pada masa kekhalifahan Abu Bakar ra. dan awal kekhalifahan Umar bin
Khattab. Baru kemudian pada tahun ke-4 Hijriah, Khalifah Umar berinisiatif
untuk menjadikan shalat tersebut berjamaah dengan satu imam di masjid. Beliau
menunjuk Ubay bin Kaab sebagai imamnya. Khalifah Umar lalu berkata,
"Sebaik-baik bid'ah adalah ini." (HR. Al-Bukhari)
Imam
Abu Yusuf pernah bertanya kepada gurunya, Imam Abu Hanifah, tentang shalat
tarawih dan apa yang diperbuat oleh Khalifah Umar. Imam Abu Hanifah menjawab,
"Tarawih itu sunnah muakkadah. Umar tidak pernah membuat-buat perkara baru
dari dirinya sendiri dan beliau bukan seorang pembuat bid'ah. Beliau tak pernah
memerintahkan sesuatu kecuali berdasarkan dalil dari dirinya dan sesuai dengan
masa Rasulullah SAW. Umar telah menghidupkan sunnah ini lalu mengumpulkan
orang-orang pada Ubay bin Kaab lalu menunaikan shalat itu secara berjamaah,
sementara jumlah para sahabat sangat melimpah, baik dari kalangan Muhajirin
maupun Anshar, dan tak satu pun yang mengingkari hal itu. Bahkan mereka semua
sepakat dan memerintahkan hal yang sama."
Mana yang
lebih utama mengerjakan Tarawih secara
berjama’ah atau sendiri
Bila
kita analisa, sebab kenapa Rasulullah Saw meninggalkan mengerjakan shalat
Tarawih secara berjama’ah adalah karena khawatir hal tersebut akan di wajibkan
atas umatnya. Maka sepeninggal beliau tentu kekhawatiran ini tidak ada lagi,
hal inilah yang kemudian menyebabkan khalifah Umar mengambil insiatif agar
sunnah berjama’ah Tarawih dihidupkan kembali. Dan ternyata apa yang dilakukan
oleh khalifah Umar ra, disetujui dengan suara bulat oleh seluruh shahabat.
Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa ada satu shahabat yang menentang kebijakan khalifah Umar ketika itu. Maka dengan
sendirinya dikatakan bahwa shalat Tarawih dengan berjamaah merupakan ijma' para
shahabat. Dan ijma' merupakan salah satu sumber syariah yang disepakati.
Dan
sejak hari itu hingga saat ini, shalat tarawih berjamaah terus berlangsung tiap
malam Ramadhan di masjid Nabawi Madinah, dan juga di semua masjid yang ada di
muka bumi. Seluruh ulama baik salaf maupun khalaf sepakat atas disyariatkannya
shalat tarawih berjamaah di belakang satu imam, karena seperti itulah yang awal
mula dikerjakan oleh Nabi SAW.
Para
ahlu fiqih secara jumhur bersepakat menarik kesimpulan tidak berjamaahnya Nabi
Saw dalam shalat Tarawih bukan bersifat menasakh hukum kesunnahan Tarawih
berjamaah. Tetapi memberi dasar hukum kebolehan shalat Tarawih dilakukan tidak
berjamaah karena adanya alasan tertentu. Meskipun yang lebih utama adalah
dikerjakan secara berjama’ah. Wallahu’alam bis Shawwab.
0 komentar:
Posting Komentar