Assalamu Alaikum,  Saudaraku  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Ucapkan Dua Kalimat Syahadat, Adebayor Masuk Islam

Written By Unknown on Minggu, 26 Juli 2015 | 22.51


Berposisi sebagai Striker Pemain Sepak Bola Emmanuel Adebayor membuat keputusan penting dalam kehidupan pribadinya dengan resmi beralih keyakinan menjadi Muaalaf dengan masuk Agama Islam.
Emmanuel Adebayor, dalam Video yang beredar telah mengucapkan dua kalimat syahadat. 

Sebelumnya, bomber asal Togo ini memang kerap diselimuti masalah pelik di kehidupan luar lapangannya. Bahkan, ia dikabarkan sampai bersiteru dengan keluarganya sendiri. Tumpukan masalah inilah yang diklaim mempengaruhi merosotnya penampilan Adebayor dalam bermain Sepak Bola.

Adebayor sebelumnya memang tengah tertekan dengan masalahnya sendiri, khususnya masalah dengan saudara-saudara kandungnya. Masalah inilah yang tampaknya membuat performanya di lapangan hijau cukup terganggu, bahkan cukup mengganggu sepanjang karirnya. Seperti yang ia ceritakan dalam Facebook pribadinya belakangan ini

Dan melihat masalah-masalah yang merundunginya belakangan, bisa jadi itulah alasan mengapa ia memeluk Islam: upaya berdamai dan mencari ketenangan diri.

Memiliki Kakak Pemeras
Adebayor terlahir dari keluarga miskin di kota bernama Lome, Togo. Keluarganya yang miskin itu kemudian berharap besar pada kakak Adebayor, Kola Adebayor. Adebayor berangkat ke Jerman untuk mengadu nasib sehingga diharapkan bisa mengangkat derajat keluarganya menjadi lebih baik.
Saat kakaknya sibuk di Jerman, Adebayor yang saat itu masih berusia enam tahun, tak memiliki biaya untuk sekolah. Ia pun lebih memilih untuk masuk ke Akademi Olympic Club Agaza, sebuh akademi sepakbola di kotanya, yang biayanya lebih murah dari biaya sekolah.

Namun ketika Adebayor terus menimba ilmu di sepakbola, sang kakak tetap tak bisa memberikan apa-apa pada keluarga. Kola, sang kakak, hanya sesekali pulang kampung, itupun hanya bertemu di penginapan Kola dan tinggal sementara waktu yang bisa dihitung sebentar. Keluarga Adebayor tetap hidup dalam kemiskinan meski sang kakak meniti karir di Eropa.

Beruntung, Adebayor kemudian mendapatkan kesempatan untuk pindah ke Perancis. Saat itu, pemandu bakat dari FC Metz melihat kemampuannya yang dianggap bisa dikembangkan untuk menjadi pesepakbola berbakat. Pada usia 15 tahun, ia pun mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan karir di Eropa.

Keberhasilan Adebayor ini diketahui oleh Kola. Beberapa bulan kemudian, sang kakak kemudian menemuinya di Prancis. Namun ternyata, kedatangan sang kakak tersebut untuk meminta uang pada Adebayor. Sang kakak meminta uang untuk membayar penginapan tempat ia tinggal di Jerman.

Adebayor saat itu belum mendapatkan kontrak profesional, sehingga hanya mendapatkan uang saku yang tak begitu besar. Saat Kola datang pun, Adebayor sudah kehabisan uang. Beruntung, rekan setimnya yang berasal dari Kamerun, Sega N’Diaye, berbaik hati untuk memberikannya pinjaman uang untuk diberikan pada sang kakak, baik untuk membayar penginapannya maupun membayar biaya perjalanannya kembali ke Jerman.
 
Tak lama kemudian, karir Adebayor membaik. Pada 2001, dua tahun setelah ia berkarir di Prancis, ia mendapatkan kontrak profesional dari Metz. Atas kemampuannya, ia sempat dijuluki Baby Kanu, yang merujuk pada legenda timnas Nigeria, Nwankwo Kanu. Sejak saat itu, keuangan Adebayor mulai membaik, setidaknya untuk dirinya sendiri.

Hal itu kembali diketahui sang kakak. Bahkan lebih dari itu, sang kakak selalu mendatangi Adebayor ketika waktu pembayaran tempat tinggalnya di Jerman tiba. Sang kakak sendiri tak pernah mau bercerita apa yang dilakukannya di Jerman sehingga ia harus terus meminta uang pada Adebayor.

Beruntungnya lagi, Adebayor kemudian pindah ke AS Monaco, yang tentunya mendapatkan gaji yang lebih besar. Mengetahui hal ini, sang kakak kembali mengunjungi Adebayor di Monaco. Kali ini bersama adiknya, Peter Adebayor.

Kedatangan keduanya ternyata untuk meminta sejumlah uang yang tak sedikit pada Adebayor. Keduanya ingin membuka bisnis penjualan mobil. Namun Adebayor menyuruh keduanya bersabar hingga ia mendapatkan gajinya dibayarkan bulan berikutnya.

Beberapa hari berselang, Adebayor kedatangan temannya di apartemennya tepat ketika kedua saudaranya berada di sana. Kemudian teman Adebayor yang bernama Padjoe tersebut bercerita tentang masalahnya yang membuatnya ia meninggalkan rumah. Saat itu, Adebayor memberi 500 euro untuk temannya tersebut.

Hal itu diketahui Kola. Ia kecewa karena ia lebih memilih menolong temannya ketimbang membantu kedua saudaranya. Perdebatan pun terjadi, namun tak berlangsung lama. Meskipun begitu,  cukup berdampak besar pada hubungan keduanya.
Keesokan paginya, saat Adebayor terbangun dari tidurnya, Peter tengah menodongkan pisau pada tenggorokannya. Bersama Kola, keduanya mengancam Adebayor untuk memberikan uang yang diminta malam sebelumnya.
“Beginikah cara kalian menyelesaikan masalah ini?” ujar Adebayor. “Ayo, bunuh saja saya! Lalu ambil semua uang yang saya punya!”
Setelah Adebayor mengatakan hal itu, Peter menurunkan tangannya yang memegang pisau. Adebayor pun berjanji untuk memberikan uang yang diinginkan keduanya sesegara mungkin. Kedua saudaranya itu pun bisa ditenangkan.
Adebayor kemudian menelpon ibunya untuk melaporkan kejadian ini. Sang ibu lantas menyarankan Adebayor untuk melapor pada polisi. Adebayor melakukannya. Kedua saudaranya pun diamankan polisi. Namun keduanya kembali bebas karena Adebayor mencabut tuntutannya karena merasa iba pada kedua saudaranya ini. Bahkan lebih dari itu, Adebayor memberikan uang dengan jumlah yang tak sedikit pada keduanya untuk memulai bisnis mobil mereka.

Namun apa yang didapat Adebayor? Beberapa bulan kemudian saat ia kembali ke Togo, sang ibu malah memarahinya dengan menganggap bahwa Adebayor telah salah bersikap karena melaporkan saudaranya pada polisi. Adebayor tak mengerti apa yang terjadi, karena merasa sang ibulah yang memintanya melaporkan perbuatan saudaranya itu kepada polisi. Hubungan Adebayor dan sang ibu pun mulai melonggar.
Pada 2011, Peter meninggal dunia di Togo. Kemudian Adebayor mengirimkan sejumlah uang pada Kola untuk pulang dan menghadiri upacara kematian sang adik. Namun Kola tak muncul pada upacara kematian adiknya itu. Justru sebaliknya, ia mengatakan pada orang-orang bahwa Adebayor menjadi biang kematian sang adik.
Kola mengatakannya pada sejumlah media di Eropa, di mana kemudian ia mendapatkan uang dari situ. Ia pun mengirimkan surat pada Real Madrid, kesebelasan yang ia bela saat itu, untuk memecat Adebayor dengan fitnahnya.

Memiliki Adik yang Gemar Mencuri
Selain mendapatkan tuduhan miring dari kakaknya, fitnah pun dilemparkan oleh adiknya yang lain, Rotimi Adebayor. Rotimi sering berkata pada media bahwa Adebayor sangat tidak memperhatikan keluarganya di Togo.
Namun ternyata, Rotimi pun tak kalah jahat dengan sang kakak, Kola Adebayor. Pada 2002, Adebayor pernah bertukar seragam dengan pemain timnas Kamerun yang kini sudah tiada, Marc-Vivian Foe. Saat kembali ke Togo, Adebayor menyimpannya di tempat yang menurutnya aman. Tapi saat ia kembali lagi beberapa bulan kemudian, seragam tersebut sudah tak ada karena telah dijual oleh Rotimi.
Hal itu terjadi pula pada seragam Zinedine Zidane yang Adebayor dapatkan saat ia membela AS Monaco. Saat berlaga pada babak 16 besar, Monaco berhadapan dengan Real Madrid. Saat itulah Adebayor mendapatkan seragam Zidane, salah satu pesepakbola favoritnya, beserta tanda tangannya. Dan ketika di simpan di Togo, Rotimi kembali menjual seragam tersebut.
Rotimi memang hobi mencuri sedari kecil. Sebenarnya, Adebayor pernah membawa adiknya ke Prancis dan kemudian memasukkannya ke salah satu akademi sepakbola di Prancis karena kemampuan mengolah bola Rotimi tak terlalu buruk.
Namun yang dilakukan Rotimi sungguh di luar dugaan. Ia mencuri 21 telepon genggam dari 27 rekan setimnya. Rotimi kemudian mengklarifikasi bahwa jumlah ponsel yang ia curi tak sebanyak itu. Namun tetap saja hal itu memalukan Adebayor.
Kebiasaan mencuri Rotimi pun membuat hubungannya dengan salah satu rekannya memburuk. Pesepakbola Kamerun yang kini sudah pensiun, Jacques Songo’o, memasukkan anaknya ke akademi yang sama dengan Rotimi. Namun yang terjadi, Songo’o tiba-tiba mendatangi Adebayor dan memarahinya karena adiknya, Rotimi, telah mencuri Playstation Portable (PSP) milik anaknya. Saat dikonfirmasi, ternyata PSP anak Songo’o benar ada di kantong Rotimi. Rotimi sendiri berkelit bahwa ia tidak sengaja.
Di lain waktu, saat Adebayor masih membela Monaco, ia berencana mengumpulkan sepatu bola milik rekan-rekannya yang sudah tak terpakai untuk dibagikan di pada pemuda-pemuda di Afrika. Ia pun kembali ke Togo dengan kantong besar yang berisi banyak sepatu. Namun beberapa hari setelah sampai di sana, sepatu tersebut hilang. Pelakunya? Siapa lagi kalau bukan Rotimi.

‘Kegilaan’ Rotimi yang diceritakan Adebayor lewat akun Facebook-nya berakhir dengan cerita Rotimi yang pergi ke Dubai. Sang ibu menelponnya untuk meminta sejumlah uang untuk Rotimi dan seorang temannya yang telah mendapatkan visa ke Dubai, untuk tiket pesawat ke Dubai. Di Dubai, Rotimi dan rekannya berencana melanjutkan karir sepakbolanya.

Adebayor senang mendapatkan kabar tersebut. Meski saat itu tak ada tiket kelas ekonomi, ia rela membelikan tiket kelas satu bagi adik dan teman adiknya itu. Adebayor tentunya berharap sang adik bisa memulai karir sepakbolanya di Dubai.
Namun harapan tinggal harapan. Rotimi mengatakan, gaya hidup di Dubai tak sesuai untuknya. Ia merasa tidak bisa melakukan banyak hal karena peraturan Islam yang begitu ditegakkan di Dubai. Ia tidak bisa meminum alkohol, berpesta, atau mencium seorang gadis di tempat umum. Dan akhirnya, Rotimi kembali ke Togo empat hari kemudian.
***
Sebenarnya masih banyak kisah pilu lain yang membuat karir Adebayor cukup terganggu. Karena masalah-masalah yang ia alami ini, Adebayor mengakui bahwa sempat terbersit dalam pikirannya untuk lari dari setiap masalahnya dengan bunuh diri. Untungnya bisikan setan tersebut tak didengarnya dan hanya menjadi angin lalu.
Salah satu alasannya mengapa ia tidak melakukan tindakan bunuh diri adalah karena ia ingin kisah hidupnya menjadi pelajaran buat orang lain. “Saya menyimpan cerita pedih ini bertahun-tahun. Jika saya mati maka tidak ada satu pun yang tahu kisah saya dan tidak ada satu pun yang bisa belajar dari pengalaman pahit saya.”
Mungkin dengan membagi pengalaman pedih dengan keluarganya yang eksploitatif itu, Adebayor hendak mengatakan bahwa kebaikan dan kejahatan bisa datang dari mana saja, dari yang jauh maupun yang dekat. Bahwa kadang keluarga terdekat bisa lebih berbahaya dari musuh sekali pun.
Kini, Adebayor tengah menenangkan diri dari segala masalah yang ada di Togo, bersama keluarganya. Video muallaf-nya Adebayor pun seolah menjadi  puncak dari bola panas yang mengitari kehidupannya. Apakah pada bulan Ramadhan ini Adebayor mendapatkan solusi dari segala masalah yang menghinggapinya? Sekali lagi belum ada konfirmasi resmi hingga saat ini.
Para pendukung Spurs ikut bersuara atas apa yang terjadi pada Adebayor ini. Beberapa pendukung berpendapat, Adebayor masuk Islam untuk memudahkannya bergabung ke kesebelasan Turki yang kabarnya saat ini tertarik untuk menggaetnya. Turki sendiri merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Namun hal itu disanggah oleh Adebayor. Lewat akun Twitternya (@E_Adebayor), ia mengatakan gosipnya ke Turki adalah palsu. Karena ia bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi Hotspur pada musim 2015/2016. Meski masalah demi masalah terus menghinggapinya, ia tetap nyaman bermain untuk Spurs dan tak sabar untuk kembali membela kesebelasan asal London tersebut pada musim yang baru.


Sumber : http://panditfootball.com


0 komentar:

Posting Komentar