Berposisi sebagai Striker Pemain Sepak Bola Emmanuel Adebayor membuat keputusan penting dalam kehidupan pribadinya dengan resmi beralih keyakinan menjadi Muaalaf dengan masuk Agama Islam.
Emmanuel Adebayor, dalam Video yang beredar telah mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sebelumnya,
bomber asal Togo ini memang kerap diselimuti masalah pelik di kehidupan
luar lapangannya. Bahkan, ia dikabarkan sampai bersiteru dengan
keluarganya sendiri. Tumpukan masalah inilah yang diklaim mempengaruhi
merosotnya penampilan Adebayor dalam bermain Sepak Bola.
Adebayor sebelumnya memang tengah tertekan dengan masalahnya sendiri,
khususnya masalah dengan saudara-saudara kandungnya. Masalah inilah yang
tampaknya membuat performanya di lapangan hijau cukup terganggu, bahkan
cukup mengganggu sepanjang karirnya. Seperti yang ia ceritakan dalam Facebook pribadinya belakangan ini
Dan melihat masalah-masalah yang merundunginya belakangan, bisa jadi
itulah alasan mengapa ia memeluk Islam: upaya berdamai dan mencari
ketenangan diri.
Memiliki Kakak Pemeras
Adebayor terlahir dari keluarga miskin di kota bernama Lome, Togo.
Keluarganya yang miskin itu kemudian berharap besar pada kakak Adebayor,
Kola Adebayor. Adebayor berangkat ke Jerman untuk mengadu nasib
sehingga diharapkan bisa mengangkat derajat keluarganya menjadi lebih
baik.
Saat kakaknya sibuk di Jerman, Adebayor yang saat itu masih berusia
enam tahun, tak memiliki biaya untuk sekolah. Ia pun lebih memilih untuk
masuk ke Akademi Olympic Club Agaza, sebuh akademi sepakbola di
kotanya, yang biayanya lebih murah dari biaya sekolah.
Namun ketika Adebayor terus menimba ilmu di sepakbola, sang kakak
tetap tak bisa memberikan apa-apa pada keluarga. Kola, sang kakak, hanya
sesekali pulang kampung, itupun hanya bertemu di penginapan Kola dan
tinggal sementara waktu yang bisa dihitung sebentar. Keluarga Adebayor
tetap hidup dalam kemiskinan meski sang kakak meniti karir di Eropa.
Beruntung, Adebayor kemudian mendapatkan kesempatan untuk pindah ke
Perancis. Saat itu, pemandu bakat dari FC Metz melihat kemampuannya yang
dianggap bisa dikembangkan untuk menjadi pesepakbola berbakat. Pada
usia 15 tahun, ia pun mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan karir di
Eropa.
Keberhasilan Adebayor ini diketahui oleh Kola. Beberapa bulan
kemudian, sang kakak kemudian menemuinya di Prancis. Namun ternyata,
kedatangan sang kakak tersebut untuk meminta uang pada Adebayor. Sang
kakak meminta uang untuk membayar penginapan tempat ia tinggal di
Jerman.
Adebayor saat itu belum mendapatkan kontrak profesional, sehingga
hanya mendapatkan uang saku yang tak begitu besar. Saat Kola datang pun,
Adebayor sudah kehabisan uang. Beruntung, rekan setimnya yang berasal
dari Kamerun, Sega N’Diaye, berbaik hati untuk memberikannya pinjaman
uang untuk diberikan pada sang kakak, baik untuk membayar penginapannya
maupun membayar biaya perjalanannya kembali ke Jerman.
Tak lama kemudian, karir Adebayor membaik. Pada 2001, dua tahun
setelah ia berkarir di Prancis, ia mendapatkan kontrak profesional dari
Metz. Atas kemampuannya, ia sempat dijuluki Baby Kanu, yang merujuk pada legenda timnas Nigeria, Nwankwo Kanu. Sejak saat itu, keuangan Adebayor mulai membaik, setidaknya untuk dirinya sendiri.
Hal itu kembali diketahui sang kakak. Bahkan lebih dari itu, sang
kakak selalu mendatangi Adebayor ketika waktu pembayaran tempat
tinggalnya di Jerman tiba. Sang kakak sendiri tak pernah mau bercerita
apa yang dilakukannya di Jerman sehingga ia harus terus meminta uang
pada Adebayor.
Beruntungnya lagi, Adebayor kemudian pindah ke AS Monaco, yang
tentunya mendapatkan gaji yang lebih besar. Mengetahui hal ini, sang
kakak kembali mengunjungi Adebayor di Monaco. Kali ini bersama adiknya,
Peter Adebayor.
Kedatangan keduanya ternyata untuk meminta sejumlah uang yang tak
sedikit pada Adebayor. Keduanya ingin membuka bisnis penjualan mobil.
Namun Adebayor menyuruh keduanya bersabar hingga ia mendapatkan gajinya
dibayarkan bulan berikutnya.
Beberapa hari berselang, Adebayor kedatangan temannya di apartemennya
tepat ketika kedua saudaranya berada di sana. Kemudian teman Adebayor
yang bernama Padjoe tersebut bercerita tentang masalahnya yang
membuatnya ia meninggalkan rumah. Saat itu, Adebayor memberi 500 euro
untuk temannya tersebut.
Hal itu diketahui Kola. Ia kecewa karena ia lebih memilih menolong
temannya ketimbang membantu kedua saudaranya. Perdebatan pun terjadi,
namun tak berlangsung lama. Meskipun begitu, cukup berdampak besar pada
hubungan keduanya.
Keesokan paginya, saat Adebayor terbangun dari tidurnya, Peter tengah
menodongkan pisau pada tenggorokannya. Bersama Kola, keduanya mengancam
Adebayor untuk memberikan uang yang diminta malam sebelumnya.
“Beginikah cara kalian menyelesaikan masalah ini?” ujar Adebayor. “Ayo, bunuh saja saya! Lalu ambil semua uang yang saya punya!”
Setelah Adebayor mengatakan hal itu, Peter menurunkan tangannya yang
memegang pisau. Adebayor pun berjanji untuk memberikan uang yang
diinginkan keduanya sesegara mungkin. Kedua saudaranya itu pun bisa
ditenangkan.
Adebayor kemudian menelpon ibunya untuk melaporkan kejadian ini. Sang
ibu lantas menyarankan Adebayor untuk melapor pada polisi. Adebayor
melakukannya. Kedua saudaranya pun diamankan polisi. Namun keduanya
kembali bebas karena Adebayor mencabut tuntutannya karena merasa iba
pada kedua saudaranya ini. Bahkan lebih dari itu, Adebayor memberikan
uang dengan jumlah yang tak sedikit pada keduanya untuk memulai bisnis
mobil mereka.
Namun apa yang didapat Adebayor? Beberapa bulan kemudian saat ia
kembali ke Togo, sang ibu malah memarahinya dengan menganggap bahwa
Adebayor telah salah bersikap karena melaporkan saudaranya pada polisi.
Adebayor tak mengerti apa yang terjadi, karena merasa sang ibulah yang
memintanya melaporkan perbuatan saudaranya itu kepada polisi. Hubungan
Adebayor dan sang ibu pun mulai melonggar.
Pada 2011, Peter meninggal dunia di Togo. Kemudian Adebayor
mengirimkan sejumlah uang pada Kola untuk pulang dan menghadiri upacara
kematian sang adik. Namun Kola tak muncul pada upacara kematian adiknya
itu. Justru sebaliknya, ia mengatakan pada orang-orang bahwa Adebayor
menjadi biang kematian sang adik.
Kola mengatakannya pada sejumlah media di Eropa, di mana kemudian ia
mendapatkan uang dari situ. Ia pun mengirimkan surat pada Real Madrid,
kesebelasan yang ia bela saat itu, untuk memecat Adebayor dengan
fitnahnya.
Memiliki Adik yang Gemar Mencuri
Selain mendapatkan tuduhan miring dari kakaknya, fitnah pun
dilemparkan oleh adiknya yang lain, Rotimi Adebayor. Rotimi sering
berkata pada media bahwa Adebayor sangat tidak memperhatikan keluarganya
di Togo.
Namun ternyata, Rotimi pun tak kalah jahat dengan sang kakak, Kola
Adebayor. Pada 2002, Adebayor pernah bertukar seragam dengan pemain
timnas Kamerun yang kini sudah tiada, Marc-Vivian Foe. Saat kembali ke
Togo, Adebayor menyimpannya di tempat yang menurutnya aman. Tapi saat ia
kembali lagi beberapa bulan kemudian, seragam tersebut sudah tak ada
karena telah dijual oleh Rotimi.
Hal itu terjadi pula pada seragam Zinedine Zidane yang Adebayor
dapatkan saat ia membela AS Monaco. Saat berlaga pada babak 16 besar,
Monaco berhadapan dengan Real Madrid. Saat itulah Adebayor mendapatkan
seragam Zidane, salah satu pesepakbola favoritnya, beserta tanda
tangannya. Dan ketika di simpan di Togo, Rotimi kembali menjual seragam
tersebut.
Rotimi memang hobi mencuri sedari kecil. Sebenarnya, Adebayor pernah
membawa adiknya ke Prancis dan kemudian memasukkannya ke salah satu
akademi sepakbola di Prancis karena kemampuan mengolah bola Rotimi tak
terlalu buruk.
Namun yang dilakukan Rotimi sungguh di luar dugaan. Ia mencuri 21
telepon genggam dari 27 rekan setimnya. Rotimi kemudian mengklarifikasi
bahwa jumlah ponsel yang ia curi tak sebanyak itu. Namun tetap saja hal
itu memalukan Adebayor.
Kebiasaan mencuri Rotimi pun membuat hubungannya dengan salah satu
rekannya memburuk. Pesepakbola Kamerun yang kini sudah pensiun, Jacques
Songo’o, memasukkan anaknya ke akademi yang sama dengan Rotimi. Namun
yang terjadi, Songo’o tiba-tiba mendatangi Adebayor dan memarahinya
karena adiknya, Rotimi, telah mencuri Playstation Portable (PSP) milik
anaknya. Saat dikonfirmasi, ternyata PSP anak Songo’o benar ada di
kantong Rotimi. Rotimi sendiri berkelit bahwa ia tidak sengaja.
Di lain waktu, saat Adebayor masih membela Monaco, ia berencana
mengumpulkan sepatu bola milik rekan-rekannya yang sudah tak terpakai
untuk dibagikan di pada pemuda-pemuda di Afrika. Ia pun kembali ke Togo
dengan kantong besar yang berisi banyak sepatu. Namun beberapa hari
setelah sampai di sana, sepatu tersebut hilang. Pelakunya? Siapa lagi
kalau bukan Rotimi.
‘Kegilaan’ Rotimi yang diceritakan Adebayor lewat akun Facebook-nya
berakhir dengan cerita Rotimi yang pergi ke Dubai. Sang ibu menelponnya
untuk meminta sejumlah uang untuk Rotimi dan seorang temannya yang
telah mendapatkan visa ke Dubai, untuk tiket pesawat ke Dubai. Di Dubai,
Rotimi dan rekannya berencana melanjutkan karir sepakbolanya.
Adebayor senang mendapatkan kabar tersebut. Meski saat itu tak ada
tiket kelas ekonomi, ia rela membelikan tiket kelas satu bagi adik dan
teman adiknya itu. Adebayor tentunya berharap sang adik bisa memulai
karir sepakbolanya di Dubai.
Namun harapan tinggal harapan. Rotimi mengatakan, gaya hidup di Dubai
tak sesuai untuknya. Ia merasa tidak bisa melakukan banyak hal karena
peraturan Islam yang begitu ditegakkan di Dubai. Ia tidak bisa meminum
alkohol, berpesta, atau mencium seorang gadis di tempat umum. Dan
akhirnya, Rotimi kembali ke Togo empat hari kemudian.
***
Sebenarnya masih banyak kisah pilu lain yang membuat karir Adebayor
cukup terganggu. Karena masalah-masalah yang ia alami ini, Adebayor
mengakui bahwa sempat terbersit dalam pikirannya untuk lari dari setiap
masalahnya dengan bunuh diri. Untungnya bisikan setan tersebut tak
didengarnya dan hanya menjadi angin lalu.
Salah satu alasannya mengapa ia tidak melakukan tindakan bunuh diri
adalah karena ia ingin kisah hidupnya menjadi pelajaran buat orang lain.
“Saya menyimpan cerita pedih ini bertahun-tahun. Jika saya mati maka
tidak ada satu pun yang tahu kisah saya dan tidak ada satu pun yang bisa
belajar dari pengalaman pahit saya.”
Mungkin dengan membagi pengalaman pedih dengan keluarganya yang
eksploitatif itu, Adebayor hendak mengatakan bahwa kebaikan dan
kejahatan bisa datang dari mana saja, dari yang jauh maupun yang dekat.
Bahwa kadang keluarga terdekat bisa lebih berbahaya dari musuh sekali
pun.
Kini, Adebayor tengah menenangkan diri dari segala masalah yang ada di Togo, bersama keluarganya. Video muallaf-nya
Adebayor pun seolah menjadi puncak dari bola panas yang mengitari
kehidupannya. Apakah pada bulan Ramadhan ini Adebayor mendapatkan
solusi dari segala masalah yang menghinggapinya? Sekali lagi belum ada
konfirmasi resmi hingga saat ini.
Para pendukung Spurs ikut bersuara atas apa yang terjadi pada
Adebayor ini. Beberapa pendukung berpendapat, Adebayor masuk Islam untuk
memudahkannya bergabung ke kesebelasan Turki yang kabarnya saat ini
tertarik untuk menggaetnya. Turki sendiri merupakan negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam.
Namun hal itu disanggah oleh Adebayor. Lewat akun Twitternya
(@E_Adebayor), ia mengatakan gosipnya ke Turki adalah palsu. Karena ia
bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi Hotspur pada musim
2015/2016. Meski masalah demi masalah terus menghinggapinya, ia tetap
nyaman bermain untuk Spurs dan tak sabar untuk kembali membela
kesebelasan asal London tersebut pada musim yang baru.
0 komentar:
Posting Komentar